GPIB jemaat "IMMANUEL" di Probolinggo

62 335 421357 // 431237 , Rayon-B , Regio-II , BP Mupel Jatim ................................................................................................................. Tema (2006 - 2011) : Mempersiapkan Masa Depan Bangsa yang Damai dengan Sikap Tulus dan Jujur (Mazmur 37 : 37) ..................... Sub-tema (2006 - 2007) : Membangun Masa Depan dengan Semangat Perdamaian dan Pemulihan dalam Yesus Kristus (Roma 15 : 7)

Monday, February 07, 2005

e-SGK , 9 Pebruari 2005

MINGGU EPIPHANIA V
Hari Rabu, 9 Pebruari 2005

ALASAN UNTUK MEMBUNUH YESUS
Injil Yohanes 10 : 31 – 38

Perbedaan persepsi terhadap tradisi selalu saja membawa orang pada penilaian ekstrim : tidak benar dan benar. Dan, hal itu pun bergantung pada berbagai dimensi yang ikut mendukungnya, seperti : sistem dan banyaknya para pengikut. Jikalau seseorang mengatakan kebenaran, tetapi ia tidak mempunyai banyak pengikut dan berada di luar sistem, maka kebenarannya akan ditolak dan ia dinilai melanggar tradisi dan merusak sistem. Mereka dicap sebagai penjahat sosial. Dan, orang-orang seperti itu pantas dihukum entah dikucilkan, dibunuh dan sebagainya.

Yesus adalah salah satu di antara sekian banyak contoh yang pernah hidup di dunia. Dia menyatakan kebenaran Allah yang bertentangan dengan pandangan Yahudi pada masa-Nya. Penjelasan-Nya menyebabkan pengikut Agama Yahudi (sampai sekarang ini dan banyak ”orang lain” juga) tiba ke dalam kesimpulan, bahwa Dia menyejajarkan diri atau menjadikan diri-Nya sebagai Allah. Menurut orang Yahudi, pandangan seperti itu sesat dan menyesatkan (10:33). Itulah alasan membunuh Yesus.

Konteks sekarang ini. Peristiwa yang dialami Yesus masih saja berlangsung di dalam konteks, bukan hanya masyarakat, tetapi terutama di dalam Gereja. Banyak orang mewarisi tradisi yang benar dari Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Banyak Gereja pun memiliki ajaran yang mendasari tugas panggilan dan pengutusannya. ”Tiap-tiap Gereja membenarkan dan mempertahankan ajaran dari tradisi yang diterimanya sebagai warisan pendahulu. Hal itu baik dan benar. Namun sikap mempertahankan dan membenarkan tradisi telah menciptakan manusia yang tertutup terhadap perkembangan yang berlangsung di sekitarnya. Semestinya tradisi itu dimanfaatkan untuk memandang masa depan dalam kasih sayang Allah. Tradisi Gereja yang harus dipegang dan menjadi landasan kokoh untuk melangkah ke depan adalah :

1. Allah memanggil Abraham menjadi berkat bagi semua orang (bangsa-bangsa).
2. Allah telah menghadirkan Diri-Nya sendiri ke dalam persekutuan manusia melalui keturunan Abraham, yang bernama : Yesus Kristus.
3. Yesus Kristus adalah Tuhan dan Allah atas bangsa-bangsa dan Gereja
4. Yesus Kristus menghendaki umat-Nya (Gereja) bekerja membangun Kerajaan-Nya di dunia bukan dalam bentuk politis, tetapi dalam upaya menghadirkan ”shalom” (damai sejahtera, kebenaran dan sukacita) bagi manusia yang menderita.
5. Gereja adalah tanda kehadiran Kerajaan Allah di tengah dunia. Di dalam Gereja Allah melaksanakan dan menyelenggarakan pemerintahan-Nya atas manusia dan dunia. Oleh karena itu, Gereja menjadi proyek percontohan yang baik dan benar bagi dunia di sekitarnya.
6. Yesus Kristus mengutus umat-Nya untuk mencitakan kondisi, agar semua orang dapat ”menjadi murid-Nya” (Mat. 28:18-20) dalam persekutuan hidup bersama dan di dalam Allah.

Berpikir berdasarkan tradisi semacam itu harus mendorong orang Kristen untuk berkreasi tanpa harus disalahkan, sejauh ia tidak menolak dan menyangkal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Dengan demikian Gereja, sebagai sistem pun, harus memberikan kesempatan kepada warganya menjadi saksi Kristus menurut kapasitas dan daya nalarnya terhadap tradisi alkitabiah. Hal itu pun harus membuka pemahaman Gereja sebagai sistem keagamaan untuk membantu warganya mengembangkan (memberdayakan) kemampuan teologisnya dalam upaya pelaksanaan misi. Dengan memahami hal semacam itu, Gereja tidak harus cepat-cepat memberikan cap ”tidak benar” atau ”sesat” kepada warganya.

Untuk memberikan penilaian bahwa seseorang ”menyesat-kan” maupun memberitakan ajaran sesat, seharusnya, dilakukan Gereja berdasarkan ukuran-ukuran Alkitab dan bukan menurut dogma Gereja. Sebab dogma Gereja (keputusan-keputusan Gereja sebagai sistem keagamaan) bersifat tertutup dari sudut pandangnya sendiri. Tetap Alkitab mengandung kebenaran dari pikiran Allah yang bersifat umum dan mutlak. Jika Gereja tidak melakukannya, maka apakah bedanya dengan orang-orang Parisi, Saduki, Ahli kitab dan Imam-Imam Yahudi pada masa Yesus ?

Masalah yang sekarang dihadapi Gereja dewasa ini adalah bagaimana melakukan upaya penafsiran ulang (reinterpretasi) dan perumusan kembali (reformulasi) atas tradisi alkitabiah untuk upaya reformasi (pembaruan dan pemulihan) dalam kehidupan Misi Gereja (dan Gereja Misi) di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk (termasuk lingkungan kekristenan yang oikoumenis). Selamat berdiskusi !

( SABDA GUNA KRIDA GPIB, Edisi 56 Januari-Pebruari 2005 )