GPIB jemaat "IMMANUEL" di Probolinggo

62 335 421357 // 431237 , Rayon-B , Regio-II , BP Mupel Jatim ................................................................................................................. Tema (2006 - 2011) : Mempersiapkan Masa Depan Bangsa yang Damai dengan Sikap Tulus dan Jujur (Mazmur 37 : 37) ..................... Sub-tema (2006 - 2007) : Membangun Masa Depan dengan Semangat Perdamaian dan Pemulihan dalam Yesus Kristus (Roma 15 : 7)

Wednesday, February 16, 2005

e-SGD , 20 Pebruari 2005

MINGGU PRA PASKAH II
Hari Minggu, 20 Pebruari 2005

HAMBA YANG SETIA DALAM DERITA
Kitab Ayub 2 : 1 – 13

Saudara seiman,

Persoalan yang muncul dalam pergumulan setiap manusia adalah : apakah dia menemukan hikmah di dalam derita yang sedang dijalani ? Apakah dia mengerti maksud dan rencana Tuhan di balik kesengsaraan yang dipikulnya ? Terkadang orang menyesali Tuhan dan hampir-hampir memungkiri imannya, disebabkan keletihan batin sepanjang jalan pergumulannya.

Perlukisan itu tampak dari percakapan Ayub dan isterinya, ketika ia sedang mengalami penyakit kulit. Sang isteri mengejek keteguhan hati (kesetiaan) Ayub, padahal Allah telah menolongnya. Katanya : ”Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu ? Kutukilah Allahmu dan matilah” (ay. 9). Pederitaan telah membuat isteri Ayub semakin terpuruk dan putus asa. Pikirkan kondisi keluarga mahakaya yang tiba-tiba seluruh harta bendanya ludes, anak-anak yang dikasihinya pun tiada. Sementara kawan-kawannya menghindari dan menyalahkan Ayub yang menciptakan kondisi seperti itu (psl. 6:15 dst).

Keadaan itu pasti menciptakan ketegangan bathin dalam diri pemiliknya, seperti Ayub dan isterinya. Tekanan-tekanan kondisional itu tidak membuat Ayub menyangkali atau memusuhi TUHANnya. Meskipun beban hidupnya berat (psl. 7), Ayub tidak pernah mangkir dari Allah. Ia tetap tekun menghadapi realitas hidup sambil mencari akar persoalan dan jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapinya. Ia seperti seorang hamba TUHAN yang sedang menderita (bd. Yes. 52:12 – 53:12).

Sebuah istilah yang tepat digunakan isteri Ayub, ketika ia mengejek suaminya : ”ketekunan”. Ketekunan, sesungguhnya, mengandung dan berkaitan dengan berbagai kata lain yang melukiskan sikap Ayub, seperti : ketabahan hati, kesabaran menanti jawaban TUHAN, sekalipun terbersit kekecewaan dan keputus-asaan mengatasi masalahnya. Mengapa Ayub bertekun dalam deritanya ? Katanya : ”Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk ?”(ay. 10). Ayub menyadari akan kenikmatan hidup di masa lalu pun pemberian TUHAN, sehingga tidak ada alasan untuk menyalahkan-Nya atas peristiwa yang sedang dialaminya. Kesadaran imannya menuntut akal budi dan nuraninya menanggapi komentar isterinya serta membentuk karakternya dalam mengatasi masalah. Rasul Paulus mengatakan :

Bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Rohkudus yang dikaruniakan kepada kita (Roma 5 : 3b – 5)

Dalam hal itu Ayub tidak berdosa (ay. 10b). Komentar penulis Kitab Ayub ini memberikan sebuah catatan tentang sikap Ayub. Ia tidak berdosa. Mengapa ? Sebab ia tekun dan tahan uji serta berharap kepada Allah.

Saudara Jemaat Kristus!

Penderitaan Ayub, sedikit-dikitnya, menggambarkan kondisi yang dialami Yesus Kristus pada masa Perjanjian Baru. Ia tidak berdosa. Rasul Paulus menuliskan :

Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya di dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (II Kor. 5 : 21)

Yesus Kristus sama sekali tidak berdosa. Yesus Kristus pun bukanlah manusia yang melakukan kesalahan, sehingga Dia harus dikorbankan di atas panggung politik nasional maupun di atas mezbah keagamaan. Ia adalah Allah yang menyelamatkan, tetapi sekaligus manusia sejati yang menghambakan Diri-Nya demi pelayanan pengampunan dosa bagi banyak orang. Di dalam kegetiran maut yang akan dihadapi-Nya, kita mendengar doa-Nya:

Jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu” (Mat. 26:42)

Doa itu membuka pemahaman iman kita, bahwa Yesus sendiri tidak mengerti mengapa Dia harus dituduh oleh orang Yahudi, padahal Dia melakukan kehendak Allah. Kemunafikan, atau sekurang-kurangnya ketidaktahuan, orang Yahudi telah membuat Yesus menjadi korban sembelihan demi kepentingan kelompok tertentu. Yesus tidak menghindari kematian-Nya. Dia berdoa untuk semua orang :

Ya Bapa ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34)

Sama seperti Ayub berdoa menjadi juru syafaat bagi teman-temannya di hadapan Allah (Ayb 42:10), demikianpun Yesus berbuat lebih dari Ayub bagi pengampunan dosa banyak orang.

Saudara yang dikasihi Yesus !

Pada Minggu Pra Paskah II ini kita diajak merenungkan dua sikap yang terdapat pada Ayub dan juga di dalam Yesus Kristus, yakni :

Tekun dalam penderitaan, dan
Menjadi Jurusyafaat bagi sesama

Sering kita tidak mau mengampuni orang yang menyakiti, menjebak kita ke dalam kesulitan. Kita tidak tulus dalam persahabatan dengan sesama, ketika sahabat mengalami penderitaan. Bagaimanakah jika penderitaan itu terjadi atas kehendak Allah ? Apakah kita tidak dapat memaafkan Allah atas ujian yang diberikan-Nya, supaya kita memperoleh kebaikan-Nya ?

Marilah kita bertobat kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Marilah kita belajar meniru Yesus Kristus dan Ayub yang selalu setia dan tekun, tabah dan tahan uji sambil mengharapkan pertolongan-Nya, supaya kita dibebaskan-Nya dari berbagai persoalan hidup yang penuh dosa.

( SABDA GUNA DHARMA, Edisi 88 Januari – Pebruari 2005 )